Jogjakarta is choice.
Hal pertama
kenapa aku pilih Jogjakarta untuk tempat menuntut ilmu setelah SMA ? Karena dia
menarik, mahir menarik perhatian ku untuk tinggal disana dan menyicipi makanan
khas Jogjakarta yaitu gudeg dan bakpianya. Dan yang kedua masyarakat yang ramah
tamah, serta gaya hidup sederhana, untuk anak rantau sepertiku sangat pas
dengan masyarakat yang ramah tamah karena bisa sedikit mengurangi rasa rinduku
dengan lingkungan rumah di Bogor, dan sebenarnya bisa saja bergaya hidup
elegant seperti dikota-kota besar lainnya seperti Jakarta, Bandung, Surabaya tetapi
tidak dengan kota yang satu ini, Jogjakarta mengajariku untuk tetap bersyukur, legowo
dan manut wae, untuk menjalani hidup didunia ini. Dan alasan
terakhir banyak tempat wisata, dan yang paling penting Jogjakarta itu kota
pendidikan. Kenapa aku bilang yang
paling penting itu Jogjakarta kota pendidikan ? itu berarti sama saja dengan
lingkungan pendidikan, karena dengan dukungan penuh dari lingkungan kita dapat
merasa nyaman dan bebas melakukan apapun tanpa tekanan dan itu juga artinya aku
bisa belajar dan menuntut ilmu dengan keadaan yang pas.
Awalnya memang
bukan Jogjakarta pilihanku, tetapi yang maha kuasa mengarahkanku untuk tetap
memilih Jogjakarta, mungkin banyak cara seperti teman-temen yang mendukungku
untuk tetap memilih Jogjakarta. Mereka bilang sih “jadi, kalo liburan ke
Jogjakarta ada yang bisa ditumpangi dan tidak harus mengeluarkan uang sewa
hotel untuk tempat tinggal”. Tapi tidak mudah memang meyakinkan Ayah Mamah
untuk melepasku di Jogjakarta, kata mereka banyak pertimbangan. Salah satunya,
aku udah 7 tahun di lingkungan pesantren dan bisa dibilang aku hanya liburan
saja menginjakan kaki di rumah. Masalah universitas negeri atau swasta tidak
jadi masalah bagi Ayah dan Mamah, yang
terpenting aku tetap kuliah di Bogor. Tapi bagiku universitas negeri atau
swasta adalah suatu masalah. Karena itu jadi awal penentuan untuk jadi insan
yang berkualitas, yah walaupun semuanya kembali kepada diri sendiri. Tapi pada
akhirnya, Ayah dan Mamah tetap mendukung pilihanku.
Massa itu pun
tiba, hari dimana aku harus meninggalkan Bogor untuk beberapa bulan kedepan.
Semuanya terasa manis, walaupun hati ini sedih menginggalkan kota kelahiran,
tapi aku yakin dengan keberangkatku ini dapat mewujudkan beberapa cita-citaku
kelak, Aamin.
Setibanya di Jogja, aku merasa semua kerinduan ini terbayar. Kerinduan akan kota yang damai dan tentram karena masyarakatnya. Aku memang baru kali kedua menginjakan kaki di kota pendidikan ini, yang pertama untuk mengikuti test reguler di UIN SUKA, dan yang kedua sekarang ini.
Di bulan
pertama, aku masih senang dengan lingkungan sekitar serta teman-teman baru dari
berbagai daerah, sebenarnya sama saja seperti di pesantren dulu, bedanya kali
ini kami datang dengan semangat serta pemikiran baru, layaknya mahasiswa yang
kritis dengan setiap peristiwa yang terjadi. Tapi satu masalah yang aku hadapi
setiap aku menempati lingkungan baru, penyesuaian diri. Tapi itu sudah aku
pikirkan sebelum aku keluar dari pesantren, memang sebelumnya pun aku pernah
merasakan penyesuaian diri dan itu membutuhkan waktu yang cukup lama. Tetapi,
apa masih berlaku di kalangan mahasiswa
untuk penyesuaian diri dengan waktu yang cukup lama ? aku rasa tidak, karena
jika kita berlarut hanya dengan penyesuaian diri kita hanya seperti kepompong,
bedanya kepompong dengan kepastiannya akan menjadi kupu-kupu, sementara
mahasiswa tidak akan mungkin menjadi seorang sarjana hanya dengan diam saja.
Bulan kedua, aku
semakin nyaman. Aku mulai mengerti peraturan-peraturan yang ada, adat istiadat
yang masih begitu kental, serta sedikit demi sedikit mempelajari bahasa Jawa.
Tidak sulit memang, semuanya mengalir begitu saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar